Oleh : Amiruddin Shafa
Berjuta-juta kata yang telah tecurah oleh seorang teman saat mengadakan sedikit training untuk sebuah pesantren ramadhan di sebuah SMA. Sungguh sebuah perjuangan yang sangat berat saat kita memiliki misi yang sama dengan teman saya itu, sebuah misi untuk membuat sebuah bagian kecil generasi muda menjadi sebuah generasi yang berkarakter. Ingin rasanya menangis melihat sebuah ruangan yang memang disana terisi oleh sebuah generasi yang hatinya terbelenggu oleh entah apa itu.
Jika kita mulai menengok ke belakang sebuah generasi yang di bangun pada masa penjajahan, mereka dibentuk sebuah karakter oleh tokoh-tokoh bangsa ini menjadi seorang yang akan berjuang untuk merdeka, menjadi seorang yang nasionalis. Di tahun 1945 karakter itu telah membawa soekarno dan kawan-kawannya memberanikan diri mendeklarasikan Negara Indonesia sebagai Negara yang merdeka. Beberapa tahun setelah itu, di tahun di mana hancurnya PKI dari Negara ini di karenakan karakter keber-Tuhan-an yang ada dalam diri masyarakat bangsa ini yang membuat Soeharto memberantas PKI dari negeri ini. Dimulai dari saat itu pemerintahan yang membelenggu rakyatnya dalam sebuah orde baru yang disana membentuk sebuah karakter anak bangsa, terutama mahasiswa di tahun 1998 mencoba mendongkrak karakter berdemokrasi, berkebebasan dan muncullah reformasi saat itu.
Tahun ini 11 tahun paska reformasi, sungguh luar biasa dampak yang terjadi kepada pendidikan Indonesia, bagaimana keporak-porandaan system yang dibuat untuk memayungi pendidikan di negeri ini. Jika sampai saat ini kita bisa melihat puluhan juta prestasi dari ribuan siswa yang ada di sekolah unggulan di setiap daerahnya masing-masing, cobalah sekarang saatnya kita untuk membuka mata akan ralitas yang ada. Cobalah melihat sebuah sekolahan yang memang disana hamper tidak ada ruh yang membuat pendidikan itu “berarti” di sekolahan mereka. Anak didik yang mereka meliliki sebuah kesamaan bahwa mereka ada di sana karena pilihan terakhir dari puluhan sekolah yang tidak dapat mereka masuki, belum lagi ditambah latar belakang orang tua yang memang tidak “mumpuni” untuk menyekolahkan anaknya di tempat yang lebih layak. Belum lagi kita melihat dari sisi guru dan sekolahan, yang dimana guru mereka sudah begitu malas untuk mengingatkan setiap kesalahan dari siswa, sehingga mereka begitu cueknya untuk membimbing anak didiknya, bahkan ada sebuah geb yang menutupi mereka antara guru dan siswa.
Akibat yang sangat luar biasa terasa, jika kita mulai mengenal hasil generasi muda yang terbentuk dari latar belakang pendidikan yang ada diatas. “Begitu belenggu itu membuat lingkaran yang sangat kuar diantara hati mereka” kataku di saat mengisi pesantren ramadhan di sebuah sekolahan. Output generasi yang memiliki karakter mental “tempe”. Generasi yang sudah tidak mempunyai semangat untuk masa depan, dengan kemalasan dari setiap apa yang seharusnya dia lakukan, bahkan untuk beribadah kepada Tuhan nya. Ini benar-benar menjadi sebuah keprihatinan bersama, membutuhkan seorang guru yang begitu memiliki kesabaran yang sangat luar biasa. Kesabaran yang memang itu akan menjadikan generasi muda bangsa ini menjadi generasi yang dahsyat.
Berharap akan menemukan sosok guru dengan kesabaran yang luar biasa dan memiliki cita-cita yang tinggi untuk generasi muda saat ini menjadi generasi yang berkarakter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar