Pages - Menu

Rabu, 21 Desember 2011

PEMILWA UNY

Dimamika, Permasalahan dan Solusi
Pemilwa tahun 2011 sudah berakhir, masih juga mneyisakan beribu permasalahan saat melaksanakannya. Hampir 6 tahun saya mencermati dinamika dan permasalahan pemilwa di uny ini, bahkan bisa dikatakan sempat menjadi pelaku di dalamnya, baik menjadi penyelenggara (KPU 2006), peserta (calon BEM MIPA 2009, dan Presiden BEM REMA 2010), dan juga sebagai pembuat peraturan (DPM REMA UNY 2010). Berbagai permasalahan dalam proses demokrasi di kampus ini sebenarnya selalu berulang terjadi, dan entah sebenarnya kita mau menyelesaikannya atau tidak. Disini saya berusaha menuliskan beberapa permasalahan yang ada serta memberikan sedikit gagasan untuk dapat menjadi evaluasi bersama dan saran demi kemajuan kampus UNY secara umum. Beberapa permasalahan yang sering terjadi adalah: 1. Permasalahan waktu penyelenggaraan PEMILWA Permasalahan ini masih menjadi budaya di UNY, kegiatan besar yang di kemas dalam waktu singkat. Pemilwa tidak dapat dilaksanakan dalam waktu yang singkat, terbukti banyak calon yang merasa belum siap menghadapi proses pemilwa (exp: kasus pemilwa 2011). Persiapan yang terlalu sempit membuat para peserta pemilwa menjadi keteteran dalam melaksanakan kampanye, pendanaan, tim sukses, dll (exp: kasus pemilwa 2009). Keluhan-keluhan ini sering terjadi saat para peserta pemilwa memasuki masa kampanye. Sehingga bisa dikatakan pemilwa menjadi tidak ada warna sama sekali, dinamika dan proses terasa begitu cepat dan tidak menyentuh mahasiswa secara merata. Apalagi partai mahasiswa saat pada tahun 2011 ini di hapuskan, menjadikan para peserta pemilwa tambah tergesa-gesa dalam melaksanakan pemilwa. Dari permasalahan ini solusi yang saya tawarkan adalah: Diperpanjang proses pemilwanya, jika biasanya 1 bulan maka idealnya dapat diajukan menjadi 3 bulan proses pemilwa dilaksanakan. Gagasan ini sudah mulai masuk pada peraturan tahun 2010 kemarin, hanya saja implementasi di lapangan masih sangat buruk, sehingga proses pemilwa masih saja kekurangan waktu. 2. Permasalahan kurangnya peserta pemilwa Permasalahan ini mulai muncul saat salah satu pasangan calon terlalu mendominasi dalam proses pemilwa, mendominasi disini bisa dalam bentuk pendanaan atau dalam bentuk komunitas. Hal ini jelas saat beberapa tahun yang lalu salah satu partai mahasiswa sangat mendominasi pemilwa di UNY, hal ini membuat proses di kampus menjadi tidak sehat (pemilwa MIPA 2010). Tetapi setelah partai mahasiswa itu dihilangkan tetap juga masih terjadi kurangnya peserta pemilwa, dikarenakan banyak faktor yang muncul seperti apatisme terhadap BEM yang sangat tinggi, atau proses pemilwa yang terlalu terburu-buru (KM UNY 2011 dan MIPA 2011). Dari permasalahan ini solusi yang saya tawarkan adalah: Adanya partai mahasiswa tetapi memperbolehkan calon independent untuk maju (exp: UGM), hal ini akan membuat proses lebih dinamis. Gagasan ini sudah saya usulkan sejak tahun 2009 awal, tetapi calon independent tetap tidak diperbolehkan ada dalam pemilwa di tahun-tahun berikutnya. Hal ini yang sebenarnya membuat mahasiswa secara umum menjadi tidak suka dengan partai mahasiswa yang sarat akan kepentingan gerakan eksternal tertentu. Atau jika tidak adanya proses pembinaan calon pemimpin yang lebih baik. Ada atau tidaknya partai mahasiswa memang tidak akan menimbulkan masalah yang berarti jika kampus sudah dinamis. 3. Permasalahan pendanaan kampanye Dalam masalah ini ada beberapa masalah yang cukup menjadi perhatian saya, antara lain: a. Masalah transparasi anggaran Sampai saat ini saya tidak dapat menemukan transparasi anggaran dana dari para calon maupun KPU dalam melaksanakan pemilwa. Terlebih pasangan calon pada masalah penyandang dana, yang tidak jelas dari mana saja dana yang masuk, dari donatur atau dari usaha, atau bahkan dari partai politik? Nah, menurut saya transparasi masih belum hadir di pemilwa uny sampai hari ini. b. Masalah ketimpangan dana kampanye Ketimpangan ini akan terlihat saat kampanye, saat salah satu calon gencar-gencar membuat media kampanye dengan pamflet full colour dan baliho besar, yang satu masih memakai satu warna saja dengan kertas hvs dan tidak punya baliho ataupun spanduk (pengalaman peserta pemilwa 2009). Hal ini juga akan menjadikan pemilwa tidak sehat. Apalagi peserta pemilwa hanya dua pasang calon, akan sangat terasa ketimpangan yang ada itu. Solusi yang saya tawarkan adalah: a. Adanya alur transparasi anggaran yang diatur dalam UU. Saya senang jika melihat pemilwa di UGM, saat salah satu calon mengupdate statusnya dengan rincian dana yang di dapat dari siapa saja di sebuatkan, sehingga jelas dan tidak adanya kecurigaan asal dana tersebut. b. Adanya bantuan dana pemilwa Sampai saat ini bantuan dana itu dulu berada di partai mahasiswa, tetapi bantuan itu tidaklah efektif karena tidak cair-cair (2010). Bantuan dana ini diberikan kepada peserta pemilwa, semisal setiap peserta di berika dana 1juta untuk kampanye dan lain-lain, dan dapat mencari donatur maksimal 100% dari dana yang diberikan. Hal ini akan bisa menghindari ketimpangan dana kampanye yang ada, dan peserta calon harus melaporkan anggaran yang diapakai karena berupa dana mahasiswa. 4. Pelanggaran pemilwa Kasus ini mencuat pada pemilwa fbs 2009 lalu, saat salah satu pasangan calon benar-benar di potong suaranya karena pelanggaran di pemilwa sehingga menjadi kalah dalam pemilwa 2009. Setelah itu masalah ini juga diulangi sekali lagi di universitas pada tahun 2010 dan menyebabkan pembekuan ormawa univ selama setahun ini. Jika memandang makna dari pemilu sendiri, suara adalah komponen yang sanagt penting sekali dalam proses ini, jadi jika suara itu mudah sekali dipotong, maka saya beranggapan ini “menciderai demokrasi”. Tetapi karena sudah menjadi peraturan maka bagaimanapun kita tetap harus mengikuti aturan itu. Maka solusi yang jelas harus dilakukan adalah: Perubahan peraturan penggurangan suara. Perbahan ini dilakukan pada pengklasifikasian jenis pelanggaran agar mudah untuk membuat hukuman bagi pelanggar. Pelanggaran dibedakan menjadi dua, yaitu pelanggaran yang berpengaruh pada jumlah suara secara langsung dan tidak. Jika menyangkut jumlah suara secara langsung maka hukumannya adalah pengurangan suara. Dan pengurangannya tidak sebesar yang ada saat ini, karena yang sekarang terlalu besar penggurangan suaranya. Lalu yang kedua adalah pelanggaran yang tidak secara langsung berpengaruh pada suara, diberikan hukuman denda berupa uang yang nantinya dipakai untuk kegiatan KPU dalam pendidikan politik pada mahasiswa secara umum. Jumlah uang disesuaikan dengan banyaknya pelanggaran. Hal ini akan membuat efek yang lebih bagus dalam pembelajaran dinamika politik kampus. Demikian beberapa permasalahan yang muncul dalam pemilwa uny selama pencermatan saya, walau sebenarnya masih banyak permasalahan yang lain, seperti keprofesionalan KPU, masalah dari peserta pemilwa sendiri, masalah pembentukan KPU, dll. Tetapi belum bisa di tulis semua, jadi jika ada yang mau menambahkan silahkan. Itu lebih baik. Semoga ini menjadi catatan kontribusi untuk kampus di akhir tahun saya di kampus UNY ini, semoga bermanfaat. Sebuah gagasan mantan pengurus ormawa uny Amiruddin Shafa Math UNY 2006