Oleh Amiruddin Shafa
Wacana ini terungkap saat kemarin berdiskusi dengan teman saya, saat bertanya tentang benturan realitas yang ada di masyarakat dengan idealisme yang selalu kita bangun di kampus. Lalu disebelah mana kesulitan itu?
Setelah mencari-cari di mr google akhirnya dapat juga beberapa pengertian tentang idealisme dan realita. Dalam definisinya idealisme dapat kita peroleh : (wikimu.com)
1. Adanya suatu teori bahwa alam semesta beserta isinya adalah suatu penjelmaan pikiran.
2. Untuk menyatakan eksistensi realitas, tergantung pada suatu pikiran dan aktivitas-aktivitas pikiran.
3. Realitas dijelaskan berkenaan dengan gejala-gejala psikis seperti pikiran-pikiran, diri, roh, ide-ide, pikiran mutlak, dan lain sebagainya dan bukan berkenaan dengan materi.
4. Seluruh realitas sangat bersifat mental (spiritual, psikis). Materi dalam bentuk fisik tidak ada.
5. Hanya ada aktivitas berjenis pikiran dan isi pikiran yang ada. dunia eksternal tidak bersifat fisik.
Sedangkan realitas itu sendiri didefinisikan dalam bahasa sehari-hari berarti "hal yang nyata; yang benar-benar ada" (wikipedia.com).
Nah, dalam bahasa mudahnya itu adalah idealisme itu adalah sesuatu mimpi dalam pikiran kita, angan-angan,prinsip-prinsip hidup, dan seterusnya. Sedangkan realita adalah sesuatu yang nyata kita lakukan.
Sering kali kita mendengar bahwa mahasiswa itu idealis. Setelah menjejakkan kaki kita ke dunia kampus dan meninggalkan dunia sekolahyang dulu bermain-main dan bersenang-senang, kita mencoba memasuki dunia yang lebih nyata dan menuntut kita banyak belajar dari setiap titik disekitar kita. Salah satu disana adalah belajar untuk memiliki idealitas akan segala hal dan memegang idealitas tersebut sebagai pedoman dalam melakukan sesuatu. Karena idealisme itu lah mahasiswa dipercaya masyarakat (rakyat) untuk menjadi tangan-tangan rakyat dalam menyampaikan sesuatu. Makanya banyak mahasiswa yang selalu kritis akan kebijakan pemerintah ataupun sesuatu disekitarnya.
Bisa dilihat keidealisme mahasiswa telah memberikan perubahan terhadap bangsa ini. Mulai dari sumpah pemuda mahasiswa berkumpul untuk menyatukan bahasa, bangsa dan tanah air menjadi satu, pada masa kemerdekaan juga mahasiswa yang mendesak para proklamator untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Juga masa pemberontakan PKI, dan terus di tahun 1998 pada masa reformasi yang dimana mahasiswa memiliki idealisme untuk menolak segala bentuk tindak korupsi bahkan kepala Negara sekalipun.
Lalu nih, jika mahasiswa sudah lulus dan masuk dalam dunia kerja (masyarakat) apa yang akan terjadi? Akan banyak hal idealisme yang sudah dibangun itu terbentur oleh reallita. Tidak jarang jika dulu mereka yang berteriak di jalan sekarang duduk di kursi dewan dengan semena-mena. Mulai terkikis idealisme yang sudah dibangun bertahun-tahun. Lalu apa bedanya kita dengan mereka yang tidak pernah memiliki idealisme itu?
Sungguh ini sering terjadi pada diriku yang sekarang sudah banyak bergerak di masyarakat, saat di kampus uang satu sen pun harus dipertanggungjawabkan dengan jelas, saat di masyarakat suap, uang sana-sini menjadi hal yang biasa sepertinya.
Lingkungan
Inilah yang memang membuat kita sulit sekali jika dibenturkan idealisme itu dengan realitas yang ada. Mengapa lingkungan menjadi faktor yang sangat sulit?
1. Budaya, menjadi sebuah budaya kebiasaan korup yang dilakukan masyarakat menjadikan kita sulit sekali mengubahnya jika disana sendirian.
2. Ke-tidak enak –an. Dalam bahasa jawa “pekewuh” menjadi salah satu faktor yang membuat kita sulit mempertahankan idealisme itu, karena yang sering membenturkan idealisme itu adalah orang yang lebih tua dari kita, bahkan mungkin orang tua kita sendiri.
3. Makhluk social, ya ini menjadi salah satu hal yang membuat sulit, karena kita adalah makhluk social yang memang jika menentang masyarakat maka kita akan terasingkan dalam masyarakat.
Beberapa hal itu yang sering membuat kita sulit memilih antara idealisme dan realita. Ini beberapa contoh yang pernah saya alami saat idealisme berbentur sama realita di lapangan.
Saat SD dan SMP saya berusaha untuk tidak mencontek atau memberikan contekan,tetapi saat masuk di SMA mencontek adalah hal yang sangan lumrah, saat aku berusaha menolaknya maka banyak teman-teman ku yang memusuhiku karena tidak memberikan contekan, lalu? Bahkan guru pun saat ujian nasional juga menyarankan untuk kerjasama. Sungguh sulit sekali saat itu untuk mempertahankan idealisme yang kita miliki.
Ada beberapa hal yang aku lakukan jika memang sudah cukup mentok dalam menghadapi polemic seperti ini, salah satunya adalah memperkecil resiko atau realitas yang tidak kita inginkan kita lakukan. Hal ini bisa kita lakukan dengan berbagai argumentasi dan komunikasi kepada masyarakat.
Semoga Allah selalu melindungiku untuk terus bisa mempertahankan idealisme ini sampai kapanpun, karena di masa yang akan datang pasti akan banyak cobaan yang mulai datang.